Oleh

Adnan Rais

(Menteri Pendidikan BEM REMA UPI 2017)

Pada bulan Juni 2017, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur tentang Hari Sekolah, yaitu Permendikbud no.23 tahun 2017. Kebijakan ini sempat menghasilkan reaksi penolakan dari beberapa elemen masyarakat, mulai dari kelompok akademisi, organisasi peduli anak, maupun organisasi masyarakat. Terlebih lagi, organisasi masyarakat islam Nahdlathul Ulama (NU) sebagai ormas yang mendirikan ribuan sekolah Madrasah Diniyah (MD) di seluruh penjuru Indonesia, mengkhawatirkan kebijakan ini akan mematikan eksistensi sekolah Diniyah. Beberapa aksi penolakan dari kalangan NU yang pernah dilakukan diantaranya di daerah Tasikmalaya, Solo, Semarang, Banyumas dan beberapa daerah lain.

Tepat pada tanggal 6 September 2017 kemarin, Presiden Joko Widodo yang didampingi oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Mensesneg, Menkopolhukam, Mendikbud serta didampingi pula oleh para Kiai dan pimpinan organisasi masyarakat Islam, secara resmi menandatangani Peraturan Presiden no.87 tahun 2017. Sejak diterbitkannya Perpres tersebut, otomatis kebijakan Permendikbud no. 23 tahun 2017 sudah tidak berlaku lagi. Peraturan Presiden yang baru ini secara eksplisit mengatur tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan salah satu agenda prioritas yang termasuk ke dalam Nawa Cita dan menjadi bagian dari upaya Revolusi Mental Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Seperti yang tertera dalam Pepres pada Pasal 1, Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Keseriusan Presiden Joko Widodo dalam program PPK ini dapat dilihat dari keputusannya untuk meningkatkan Permendikbud menjadi Perpres yang dalam penyusunannya melibatkan berbagai ormas Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Al Irsyad, dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Maka, Presiden beraharap dengan terbitnya Perpres ini dapat menjawab kebingungan publik atas pelaksanaan pendidikan seperti yang diatur dalam Permendikbud no.23 tahun 2017. Dan juga sebagai upaya meredakan reaksi penolakan dari beberapa pihak yang kontra terhadap kebijakan Full Day School.

Jika kita pelajari isi dari Peraturan Presiden yang baru, terdapat beberapa poin yang perlu lebih disoroti karena berkaitan dengan peraturan-peraturan yang mengganti kebijakan Permendikbud maupun kebijakan baru yang tidak tercantum dalam Permendikbud sebelumnya. Pertama, dalam Permendikbud diatur di Pasal 2 ayat 1 bahwa hari sekolah dilaksanakan selama 5 hari dalam seminggu, dan 8 jam dalam sehari. Sementara pada Perpres, diatur dalam Pasal 9 ayat 1 bahwa penyelenggaraan PPK pada satuan pendidikan Jalur Pendidikan formal dilaksanakan selama 6 atau 5 hari sekolah dalam 1 minggu. Ini berarti bahwa Perpres tidak mewajibkan setiap satuan pendidikan untuk menyelenggarakan sekolah selama 5 hari, melainkan menjadi pilihan apakah ingin 5 hari atau 6 hari.

Kedua, dalam Permendikbud Pasal 9 ayat 1, disebutkan bahwa ketentuan sistem sekolah 5 hari/8 jam dilaksanakan secara bertahap jika sumber daya pada Sekolah dan akses transportasi belum memadai. Sementara dalam Perpres Pasal 9 ayat 3, disebutkan bahwa dalam menetapkan 5 hari sekolah, Satuan Pendidikan harus mempertimbangkan 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu (1) kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, (2) ketersediaan sarana dan prasarana, (3) kearifan lokal, dan (4) pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama diluar Komite Sekolah/Madrasah. Ini berarti bahwa sekolah yang ingin melaksanakan sistem sekolah 5 hari, perlu memenuhi ke empat syarat yang dirasa cukup ‘berat’ tersebut.

Ketiga, pada Permendikbud Pasal 5 ayat 4 diterangkan bahwa pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter merupakan bagian dari kegiatan Kokurikuler. Sementara pada Perpres Pasal 6 ayat 1 diterangkan bahwa penyelenggaraan PPK pada satuan pendidikan jalur pendidikan formal dilakukan secara integrasi dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ini berarti bahwa Perpres menekankan setiap bentuk kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah perlu dijadikan sebagai upaya penguatan pendidikan karakter peserta didik.

Keempat, dalam Permendikbud Pasal 3 ayat 2, dijelaskan bahwa beban kerja Guru meliputi merencanakan, melaksanakan, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru. Sementara pada Perpres Pasal 6 ayat 5, dijelaskan bahwa penyelenggaraan PPK merupakan bagian dari pemenuhan beban kerja guru bersama kepala satuan pendidikan formal. Ini berarti bahwa beban Guru dalam Perpres jauh lebih luas dibandingkan pada Permendikbud, maka dari itu Guru perlu berupaya agar penyelenggaraan PPK ini dapat terintegrasi dalam setiap kegiatannya di sekolah.

Dari keempat poin diatas, dapat dilihat bahwa kebijakan yang baru dikeluarkan oleh Presiden lebih mengakomodasi pihak-pihak yang belum siap maupun tidak bersedia melaksanakan Full Day School. Penulis mengapresiasi langkah Presiden karena dalam penyusunannya pun mencoba mendengarkan masukan dari para kiai dan pimpinan organisasi masyarakat, sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang Win-Win Solution.

Kedepannya, Kementerian-Kementerian terkait yang disebutkan dalam Perpres yaitu Kemendikbud, Kemenag, Kemendagri dan Men PAN-RB diminta untuk segera menurunkan kembali Perpres ini menjadi Peraturan Menteri, sehingga memberikan gambaran jelas mengenai Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) bagi stakeholder yang akan melaksanakan kebijakan ini di lapangan, terutama bagi para Guru agar dapat mengintegrasikan pelaksanaan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah.

Penulis pun berharap dengan adanya Perpres ini, masyarakat lebih fokus mengedepankan dan mendiskusikan tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), bukan fokus pada pelaksanaan Sekolah 5 hari/8 jam. Karena walau bagaimanapun, yang paling penting adalah PPK nya, bukan sistem 5 hari/8 jam nya. Tidak ada jaminan bahwa dengan melaksanakan sekolah 5 hari/8 jam akan terlaksana pula PPK dengan baik. Begitu pun sebaliknya, dengan tidak diterapkannya sekolah 5 hari/8 jam, bukan berarti tidak ada pelaksanaan PPK di sekolah tersebut. Maka yang menjadi pekerjaan penting para stakeholders saat ini, terutama warga sekolah adalah berupaya mewujudukan suasana, iklim, atmosfir dan budaya sekolah yang baik, sehingga penguatan karakter tersebut dapat terlaksana seiring dengan berlangsung kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Majulah Pendidikan ku.

Majulah Bangsa ku.

Wujudkanlah Cita-Cita Kemerdekaan Bangsa kita!

Hidup Mahasiswa!

Hidup Pendidikan Indonesia!

 

 

Adnan Rais

Menteri Pendidikan BEM REMA UPI 2017

Kabinet Laju Reaksi


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.