BEM REMA UPI. “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, salah satu amanah yang menjadi tanggung jawab Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa. Keadilan sosial artinya memberikan kedudukan yang seimbang atas apa yang harus diterima oleh Rakyat Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku  tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atas setiap kebijakannya dan menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia. Keadilan sosial ini meliputi kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk kesejahteraan rakyatnya salah satunya adalah keadilan dalam memberikan jaminan dan fasilitas pendidikan guna mencerdaskan anak bangsa.

            “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” merupakan komitmen Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki nilai dan cita-cita bangsa yang menjadi tuntutan penyelenggaraan pendidikan Indonesia. Pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas Negara dalam penyelenggaraannya guna menciptakan negara yang maju dan bersaing pada masa yang akan datang. Sesuai dengan Undang – Undang No 20 Pasal 4 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa; “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem yang terbuka dan multi makna”, Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa landasan dan asas yang dijunjung tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Nasional dan hal tersebut selaras dengan aturan Undang – undang No 35 Tahun 2014 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak yang menjelaskan bahwasannya setiap Anak memiliki hak untuk mendapatkan Pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai minat dan bakat.

            Zonasi merupakan sebuah program yang dicanangkan pemerintah dalam kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kebijakan PPDB yang lebih menekankan dominan dalam penerimaan peserta didik baru dari jalur zona atau jarak antar tempat tinggal menuju ke sekolah. Zonasi PPDB hadir sebagai solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah yang memiliki tujuan untuk mendorong peningkatan akses layanan pendidikan, guru dan peserta didik bersemangat untuk berprestasi, tidak ada jual beli kursi dan pungutan liar dan menghilangkan klaster favorit dan non favorit. Penjabaran hal tersebut sudah diatur secara teknis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Permendikbud No 20 Tahun 2019 perubahan terhadap aturan Permendikbud No 51 Tahun 2018 Tentang PPDB pada TK, SD, SMP,SMA dan SMK.

Sebuah solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah dalam menjalankan amanah Pancasila dan UUD 1945 dalam menyelenggarakan Pendidikan Nasional, namun dalam melaksanakan solusi tersebut harus dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi yang beragam dari setiap wilayah atau daerah yang ada di Indonesia. Hal tersebut menjawab atas persoalan hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dalam menjalankan Otonomi Daerah termasuk dalam menyelenggarakan Pendidikan disetiap Daerah. Pelaksanaan Sistem tersebut dapat diartikan bahwasannya tidak bisa dilakukan secara berseragam melainkan harus disesuaikan dengan mempertimbangakan keberagaman kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia, hal tersebut terlihat secara khusus di wilayah Jawa Barat dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur No 16 Tahun 2019 tentang PPDB Jawa Barat untuk SMA/SMK dan SLB berarti dengan penuh pertimbangan bahwasannya wilayah Jawa Barat siap dalam melaksanakan solusi yang ditawarkan oleh Kemendikbud tersebut. Pelaksanaan sistem zonasi PPDB di Jawa Barat pun memiliki beragam polemik dalam pelaksanaannya sehingga tanpa dipungkiri dapat membuka mata masyarakat Jawa Barat tentang bagaimana dengan kondisi Pendidikan Jawa Barat.

  1. Landasan Yuridis

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Proses pembelajaran tersebut, bertujuan untuk mengasah peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari tujuan pendidikan tersebut dapat dilihat secara komprehensif sistem pendidikan saat ini ingin mendidik manusia indonesia yang terampil cerdas, dan berakhlak mulia, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, serta mempunyai keterampilan. Maka sistem seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru  sudah semestinya seperti itu, jangan mengambil satu sisi saja misalnya cerdasnya saja atau terampilnya saja. 

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya terkait prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Pasal 4 ayat (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pasal 4 ayat (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pasal 4 ayat (5) pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pasal 4 ayat (6) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Terkait dengan  hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah, pada bagian kesatu hak dan kewajiban warga negara diatur dalam pasal 5 ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pasal 5 ayat (4) warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 5 ayat (5) setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Pasal 6 ayat (1) setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 6 ayat (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Terkait dengan hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Ditilik dari pasal 10 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pasal 11 ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dari amanah Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional itu memberikan kita kejelasan mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan dan layanan dari pemerintah serta pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan di Indonesia, terutama dalam sistem zonasi yang saat ini sedang diterapkan.

Peraturan lebih lanjut mengenai zonasi diatur dalam, Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 atas perubahan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain Yang Sederajat. Zonasi PPDB hadir dan diperjelas secara teknis khususnya pada pasal 2 penerimaan peserta didik baru bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan sehingga mendorong peningkatan akses layanan pendidikan .  Pasal 5 ayat (1) yang mengatur tentang tata cara penerimaan peserta didik baru dilaksanakan melalui mekanisme dalam jejaring (daring). Ayat (2) Dalam hal tidak tersedia fasilitas jaringan, maka PPDB dilaksanakan melalui mekanisme luar jaringan (luring). Pasal 3 Ayat (2) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib mengumumkan secara terbuka proses pelaksanaan dan informasi penerimaan peserta didik baru antara lain terkait persyaratan, seleksi, daya tampung berdasarkan ketentuan jumlah peserta didik, serta hasil penerimaan peserta didik baru melalui papan pengumuman sekolah maupun media lainnya. Dengan terbitnya peraturan menteri tersebut diharapkan dapat terwujudnya sistem yang transparan dan akuntabel sehingga mencapai tujuan pemerintah yakni  pemerataan pendidikan bagi seluruh calon peserta didik.

Salah satu tujuan sistem zonasi yakni untuk pemerataan pendidikan dan menghilangkan pandangan dari masyarakat terhadap adanya sekolah favorit. Peraturan tersebut menjelaskan tentang tiga jalur yang ditawarkan dalam pelaksanaan sistem PPDB saat ini yang tertuang pada pasal 16 yang mana pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur zonasi, prestasi dan perpindahan tugas orang tua/wali. Jalur zonasi sebagaimana yang dimaksud memiliki persentase paling sedikit 80% (minimal) dari daya tampung sekolah, untuk jalur prestasi paling banyak 15% (maksimal) dari daya tampung sekolah, untuk jalur perpindahan tugas orang tua/wali paling banyak 5% (maksimal) dari daya tampung sekolah. Pasal tersebut merupakan pasal yang dirubah dari peraturan sebelumnya Permendikbud No 51 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwasannya persentase paling sedikit 90% (minimal) untuk jalur zonasi diturunkan menjadi paling sedikit 80% dan persentase paling banyak 5% untuk jalur prestasi dinaikkan menjadi paling banyak 15%. Secara logika matematika dua diksi yang berbeda namun memiliki arti dan maksud yang sama. Paling sedikit 80% (minimal) mengartikan setiap sekolah dapat menerima peserta didik kisaran 80%-100% sehingga hal tersebut tidak menghilangkan maksud dari diksi semula sebelum perubahan yaitu minimal 90% tanpa menghilangkan dominasi yang sangat tidak seimbang dalam kedudukan penerimaan peserta didik baru. Paling banyak 15% (maksimal) mengartikan setiap sekolah dapat menerima peserta didik dengan range 0%-15% sehingga hal tersebut pun tidak menghilangkan maksud dari aturan sebelumnya menyarankan untuk menerima peserta didik baru maksimal 5% dan penambahan kuota tersebut hanya memberikan tambahan kesempatan untuk diluar zonasi mendaftar melalui jalur prestasi diluar zonasi sesuai dengan pasal 16 ayat (6) ”Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi sesuai dengan domisili dalam zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur prestasi diluar zonasi domisili peserta didik”. Mengingat atas dasar amanah dalam sila-5 Pancasila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong, saling menghormati hak orang lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. Dengan ini pasal tersebut masih dianggap tidak memenuhi asas keadilan mengingat kondisi kepadatan penduduk dan infrastruktur sekolah yang belum merata disetiap sekolah yang ada disetiap wilayah. Dalam Undang-Undang No 20 Pasal 4 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem yang terbuka dan multi makna”. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan maksud dan tujuan dari Permendikbud No 20 Tahun 2019 pasal 16 ayat (5) menyampaikan bahwasannya calon peserta didik hanya dapat memilih satu jalur dari tiga jalur pendaftaran PPDB yang dapat diartikan hak dalam memilih pilihan dibatasi yang berakibat tidak dapat kesempatan lebih dari sekali untuk menikmati pendidikan karna dianggap melanggar hak asasi manusia, kurang demokratis dan kurang berkeadilan.

Zonasi PPDB yang memiliki tujuan pokok pemerataan dan menghapus klaster yang terdapat disetiap sekolah ini masih belum menjawab persoalan yang terdapat pada UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 60 Tentang Akreditasi menyebutkan bahwasannya Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2015 dalam pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan perlu dilakukan evaluasi, akreditasi dan sertifikasi. Secara tidak langsung, akreditasi merupakan klaster disetiap sekolah sebagai sarana pendidikan yang ada di Indonesia. Dan hal ini masih sangat berbenturan dengan tujuan zonasi PPDB tersebut.

  • Otonomi Daerah

Dalam hal pelaksanaan pendidikan maka sudah semestinya pendidikan dilaksanakan dengan prinsip desentralisasi yang mana pendidikan tersebut dibagi atau serahkan kepada daerahnya masing-masing karena lebih mengetahui keadaan dan kondisi dari situasi pendidikan di daerahnya masing-masing. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu otoritas yang dimiliki oleh daerah otonom adalah pendidikan seperti termaktub dalam Pasal 12 Ayat (1) bahwaurusan pemerintahan wajibberkaitan dengan pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, dan sosial. Pemerintah berwenang untuk mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3) yang menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang.

Sehingga menteri pendidikan dan kebudayaan membuat suatu kebijakan mengenai sistem pendidikan dengan asas nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, serta berkeadilan yang diharapkan bisa meningkatkan akses pelayanan pendidikan Indonesia. Kebijakan tersebut diatur dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan yang kemudian peraturan tersebut diubah menjadi Permendikbud No 20 Tahun 2019. Pada pasal 3 menyatakan bahwa peraturan menteri mengenai PPDB dijadikan sebagai pedoman kepala daerah untuk membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB dan menetapkan zonasi sesuai kewenangannya yang kemudian disebut peraturan gubernur. Sehingga setiap daerah membuat peraturan teknis pelaksanaan PPDB termasuk di Jawa Barat yang menetapkan peraturan tersebut dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 16 tahun 2019 tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa. Peraturan tersebut menjadi bukti nyata bahwasanya Jawa Barat sudah mempertimbangkan kondisi di wilayah jawa barat itu sendiri untuk merealisasikan permendikbud no 51 tahun 2018. Selain pertimbangan wilayah, pemerintah jawa barat juga mempertimbangkan kondisi pendidikannya agar sesuai dengan delapan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Gubernur tersebut berdasarkan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang dimana disebutkan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pendidikan setingkat SD/SM. Sedangkan Pemerintah Provinsi bertanggung jawab atas pendidikan setingkat SMA/SMK. Menurut Peraturan Gubernur tersebut pada pasal 38 menyebutkan bahwasannya pembiayaan penyelenggaraan PPDB bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan hal tersebut diperjelas dalam Petunjuk Teknis PPDB SMA, SMK dan SLB tahun 2019 di Jawa Barat bahwasannya dalam penyelenggaraan PPDB, calon peserta didik yang mendaftar pada satuan pendidikan tidak dipungut  biaya pendaftaran. Pembiayaan penyelenggaraan PPDB pada tingkat Provinsi dan Cabang Dinas dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Dan Pembiayaan Penyelenggaraan PPDB pada satuan pendidikan dibebankan pada anggaran Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (Dana BOS). Dalam pelaksanaan PPDB 2019 di Jawa Barat ini Gubernur memiliki Tanggung Jawab penuh dan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Dinas dalam Penyelenggaraan PPDB, Kepala dinas Pendidikan melakukan pembinaan pengendalian dan pengawasan terhadap Satuan Pendidikan dalam pelaksanaan PPDB, hal tersebut tercantum pada Pergub No 16 Tahun 2019 Pasal 35-37. Dengan ini, secara tidak langsung dalam penyelenggaraan dan pertimbangan dalam pelaksanaan sistem Zonasi PPDB di Jawa Barat merupakan tanggung Jawab Gubernur Jawa Barat termasuk dalam menyelesaikan masalah yang terjadi secara faktual dilapangan. Dalam acuan yang dimandatkan dari pusat melalui permendikbud, keputusan pemerintah provinsi Jawa Barat dalam menetapkan untuk mengikuti peraturan tersebut seharusnya melakukan beberapa kajian dan analisis sesuai dengan kondisi wilayah Jawa Barat termasuk perihal, infrastruktur, letak demografis dan kepadatan penduduk. Dengan keluarnya Peraturan Gubernur tersebut dapat disimpulkan bahwasannya keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan hal-hal yang mencakup kondisi wilayah.

  • Aspek Sosial Kondisi Faktual

Secara Yuridis Fundamental, alenia ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanahi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga sistem zonasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh peserta didik yang ada di Indonesia. Pendidikan merupakan hak bagi seluruh bangsa dan sudah menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkannya, hanya saja dalam pelaksanaan yang terjadi secara faktual banyak terdapat permasalahan secara Nasional, setiap wilayah provinsi memiliki permasalahan yang beragam dan inti permasalahannya tidak dapat terealisasi dengan baik apa yang sudah direncanakan (misskonsepsi antara aturan strukturalisme dengan fungsionalisme), ditetapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai pedoman petunjuk teknis pelaksanaan zonasi PPDB tersebut.

Terlepas dari permasalahan seruang lingkup Nasional, kondisi secara khusus dalam wilayah Jawa Barat memiliki keberagaman permasalahan. Sehingga secara tidak langsung pendekatan yang dilakukan untuk menetapkan peraturan ini jauh dari nilai sosial yang sudah terbangun di masyarakat. Terdapat banyak hal yang merugikan masyarakat baik dari segi materi, waktu dan juga tekanan psikologi terkhusus calon peserta didik.

Menurut Dewi Sartika sebagai Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, dari 774.000 lulusan SMP hanya 223.000 yang dapat memilih untuk sekolah di negeri serta dari beberapa kasus terdapat sepuluh Kartu Keluarga mencurigakan asal Kota Bandung (ayobandung.com) sedangkan Wali Kota Bogor mengatakan ada dua calon peserta didik yang beralamat fiktif di Kota Bogor (beritasatu.com). Bahkan lebih dari 200 Kecamatan di Jabar tidak memiliki SMA Negeri. Selain itu, dalam data BPS Jawa Barat bahwasannya di Jawa Barat terdapat 626 jumlah Kecamatan, hanya saja ada 407 yang memiliki SMA Negeri. Hal ini membuktikan bahwa dalam satu wilayah zonasi, belum terpenuhinya sekolah negeri sebagaimana yang dibutuhkan oleh calon peserta didik di daerah tersebut. Selain itu, terdapat sekolah yang kelebihan dan kekurangan peserta didik sehingga pembagiannya tidak merata. Misalnya saja, 13 SMP Negeri dan 32 SMA Negeri dan SMK Negeri di Indramayu kekurangan peserta didik, hal tersebut disampaikan oleh Pendi Susanto sebagai Kepala Seksi Kurikulum dan Peserta Didik Dinas Pendidikan Indramayu (kompas.com). Pasal 16 ayat 5 Permendikbud nomor 20 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan  menjelaskan bahwa calon peserta didik hanya dapat memilih 1 (satu) jalur dari 3 (tiga) jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam satu zonasi.

Peserta didik yang hanya dapat memilih satu pilihan saja hanya akan menimbulkan permasalahan akibat hanya berharap dari satu pilihan untuk bersekolah di sekolah negeri. Hal ini menyebabkan, terabaikannya hak memilih yang dimiliki oleh peserta didik sehingga menyebabkan kurangnya motivasi belajar karena tidak dapat masuk di sekolah negeri yang diinginkannya. Tidak meratanya guru yang bersertifikasi dan fasilitas dari sekolah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah Republik Indonesia. Dapat kita lihat bahwa masih banyak kurangnya guru berkompeten di beberapa wilayah zonasi. Masalah ini timbul salah satunya dikarenakan belum meratanya delapan standar pendidikan yang meliputi standar isi, proses, pendidik, sarana, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Pemerataan delapan standar pendidikan ini belum maksimal ditandai dengan masih banyaknya calon peserta didik yang masih membandingkan kualitas dari sekolah satu dengan sekolah lainnya. Selain itu, terdapat sekolah yang kelebihan dan kekurangan peserta didik sehingga pembagiannya tidak merata menunjukkan ketidaksiapan pemerintah atas kebijakan yang sudah dibuatnya sendiri.

Delapan standar pendidikan yang dimaksud merupakan indikator dalam pelaksanaan Akreditasi Pendidikan, dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 60 perihal akreditasi menyebutkan bahwasannya Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2015 dalam pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan perlu dilakukan evaluasi, akreditasi dan sertifikasi. Secara tidak langsung, akreditasi merupakan cluster  di setiap sekolah sebagai sarana pendidikan yang ada di Indonesia. Menimbang dari segi masa depan peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah akhir atau kejuruan, penentu dalam melanjutkan ke Perguruan Tinggi menjadi indikator sekolah yang memiliki akreditasi. Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi  (LTMPT) menjadikan tingkat akreditasi sekolah menjadi acuan kuota peserta seleksi dari sekolah tersebut. Merujuk pada seleksi SNMPTN 2019, berdasarkan pemeringkatan prestasi akademik yang dilakukan LTMPT, siswa yang memenuhi syarat diizinkan untuk mendaftar SNMPTN 2019 dengan ketentuan Akreditasi Sekolah diantaranya; Akreditasi A (40% terbaik disekolah); Akreditasi B (25% terbaik disekolah); dan Akreditasi C serta yang lainnya (5% terbaik disekolah). Sehingga hal tersebut merupakan suatu ancaman dan permalsahan yang akan dihadapi oleh setiap peserta didik dengan menerima sistem zonasi PPDB yang menerima sekolah dengan akreditasi yang kurang baik sebagai pendorong dalam melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pernyataan tersebut menjadi pertanyaan besar bagi kapasitas pendidikan Indonesia saat ini. Dengan hadirnya serta menjadi fokus pemerintah untuk memaksimalkan program pemerataan pendidikan dengan sistem zonasi PPDB ini dapat menjadi permasalahan baru sehingga melupakan permasalahan yang mendasar tentang Pendidikan Nasional.

 Maka dari itu, dengan ini BEM REMA UPI beserta dengan menyatakan sikap:

  1. Menuntut Pemerintah untuk mengevaluasi Peraturan PPDB secara keseluruhanyang terdapat pada Permendikbud No. 20 Tahun 2019.
  2. Menuntut Pemerintah untuk menjalankan fungsionaris Badan Akreditasi Nasional sebagai penunjang syarat Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi indikator syarat Seleksi Masuk Perguruan Tinggi sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Menuntut Pemerintah dalam Pemerataan 8standar Pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
  4. Menuntut Pemerintah Daerah Jawa Barat menyelenggarakan sebaik mungkin pembagian zonasi secara fokus (untuk daerah yang bermasalah sesuai rasio kepadatan penduduk).
  5. Menuntut Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk melakukan pengawasan kepada setiap sekolah dalam meminimalisir permasalahan terkait jual beli kursi dan pemalsuan KK.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Peraturan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atas perubahan Permendikbud No 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Jawa Barat

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2014. Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan Per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2013-2014: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Nugroho, S.A. Kompas, 2019. Seluruh Siswa Satu SD di Indramayu tak diterima di SMP mana pun. Diakses Melalui https://regional.kompas.com/read/2019/06/27/13471311/seluruh-siswa-satu-sd-di-indramayu-tak-diterima-di-smp-mana-pun?utm_source=Whatsapp (diakses 06 Juni 2019).

Nursyabani, F. Ayo Bandung, 2019. Panitia PPDB Jabar Terima Aduan Terbanyak dari Kota Bandung. Diakses Melalui https://www.ayobandung.com/read/2019/06/27/56213/panitia-ppdb-jabar-terima-aduan-terbanyak-dari-kota-bandung (diakses 06 Juni 2019).

Saudale, V. Berita Satu, 2019. Wali Kota Bogor Arya Vek Dugaan Data Fiktif PPDB SMA. Diakses Melalui https://www.beritasatu.com/megapolitan/561898/wali-kota-bogor-bima-arya-cek-dugaan-data-fiktif-ppdb-sma (diakses 06 Juni 2019).


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.