Sebuah Catatan Keresahan Mahasiswa UPI

yang dihimpun oleh:

Kementerian Dalam Negeri BEM Republik Mahasiswa UPI

UPI sebagai suatu organisasi Perguruan Tinggi, tentu memiliki prestasi dan juga permasalahan yang harus di pecahkan secara bersama dengan semua elemen di dalamnya. Apalagi dalam universitas itu terdapat kebebasan Akademik dan menjadi ruang pembelajaran demokrasi yang baik. Pro dan kontra senantiasa menghiasi ruang pemikiran dialektika kampus. Itu sah dan konstitusional jika sesuai aturan yang berlaku.

Dalam hal ini, kami dari Kementerian Dalam Negeri BEM Republik Mahasiswa UPI ingin menginformasikan kepada seluruh Mahasiswa UPI mengenai isu kampus yang sedang berkembang di UPI, yang harus menjadi perhatian serius bagi kita selaku Mahasiswa. Di antara isu kampus tersebut adalah:

Perparkiran UPI

Isu ini kembali muncul, setelah sempat ramai di kalangan Mahasiswa UPI beberapa waktu lalu. Muncul isu ini muncul dengan suasana yang berbeda dan konsep yang berbeda, namun memiliki semangat yang sama. Tepatnya hari Rabu 13 September 2017, pihak dari Direktorat Kemahasiswaan mengundang Wakil Dekan 3 se-UPI, pihak Keamanan dan Ketertiban Kampus (K3) , MPM, DPM, BEM Rema dan FK-UKM untuk mendiskusikan tata kelola perparkiran di UPI.

Di awal dijelaskan oleh Ditmawa dan K3 bahwa perparkiran di UPI masih “berantakan” dan banyak parkir “liar” yang banyak kendaraan parkir di UPI namun tidak jelas kepemilikannya. Perlu ada rekontruksi berpikir kita untuk menata perpakiran ini biar lebih aman, nyaman dan rapi, serta bermanfaat civitas akademika UPI. Berdasarkan itu salah satunya, pihak universitas menawarkan konsepan baru kepada mahasiswa dan pihak terkait lainnya dalam mengelola perpakiran ini, yang ini masih bersifat wacana dari rektorat.

Di sampaikan oleh Ditmawa bahwa UPI mewacanakan akan menerapkan parkir berbayar, namun berbayar hanya di berlakukan untuk di luar civitas akademika UPI, untuk civitas akademika UPI (dosen, karyawan, mahasiswa, tenaga kependidikan) gratis (tidak dikenakan tarif parkir). Yang nanti nya akan diberikan identitas khusus untuk menunjukan dan membedakan antara civitas akademika atau bukan. Identitas ini masih belum fix, dan sedang dalam pembuatan formulasinya. Pemberlakuan parkir berbayar di luar civitas akademika ini nanti akan dikelola melalui swakelola atau dikelola oleh internal UPI, dengan sinergi antara rektorat, K3 dan mahasiswa, bukan dengan outsourcing. Yang mana keuntungan dari parkir ini sepenuhnya akan dikelola oleh internal UPI.

Kemudian, alokasi keuntungannya, dari rektorat mewacanakan persentasenya 15% untuk UPI, 15% untuk perlengkapan, 35% untuk pihak K3, dan 35% untuk kemahasiswaan. Jumlah 35% untuk kemahasiswaan itu akan dikelola oleh Direktorat Kemahasiswaan yang tujuannya untuk mahasiswa, baik untuk aktivitas organisasi mahasiswa, perlombaan mahasiswa, ataupun membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT, tanpa mengurangi alokasi anggaran dari UPI untuk mahasiswa yang setiap tahunnya. Ini bentuk kebermanfaatan lebih kepada mahasiswa. Menurut Ditmawa memang di samping ingin merapihkan, mentertibkan dan membuat perpakiran di UPI lebih rapi, konsepan ini juga dirasa lebih bermanfaat untuk civitas akademika, terutama untuk mahasiswa. Mahasiswa tidak bayar, namun dapat keuntungan.

Namun konsepan di atas masih wacana dan bersifat perlu di kritisi dan di beri masukan oleh semua elemen atau stake holder. BEM REMA UPI dipercayai oleh Ditmawa untuk menyampaikan dan menampung aspirasi ini kepada seluruh mahasiswa UPI yang dalam hal ini diwakili oleh Himpunan Mahasiswa di UPI. Tepatnya hari Jum’at 15 September 2017 di taman samping gate 1 UPI di adakan silaturahim dan konsolidasi Himpunan se-UPI.  Konsolidasi pertemuan tersebut sangat dinamis dan lumayan banyak dihadiri oleh pengurus himpunan. Dan kesimpulan dari hasil konsolidasi tersebut di antaranya:

  1. Mayoritas forum kurang sepakat dengan wacana awal yang di sampaikan oleh Ditmawa mengenai tata kelola perpakiran. Ketidaksepakatan ini didasari oleh beberapa hal,  di antaranya tujuan menertibkan parkiran liar, merapihkan dan membuat nyaman perpakiran di UPI tidak harus dengan parkir berbayar, namun dengan alternatif lain, seperti melarang dengan tegas untuk di luar civitas akademika parkir di UPI, dan menambah personel dari K3 itu sendiri. Dengan diberlakukan ini, mengindikasikan UPI mengakui bahwa UPI adalah lahan parkir bebas, kekhawatiran mahasiswa bahwa aktivitas di kampus terganggu karena banyaknya kendaraan yang parkir di UPI, karena dibolehkan kendaraan umum parkir di UPI, dengan catatan harus berbayar.
  2. Adanya kekhawatiran mahasiswa jika sudah diterapkan parkir berbayar untuk di luar civitas akademika, kedepannya mahasiswa pun akan diberlakukan juga parkir berbayar. Peran dan fungsi mahasiswa yang terlahir dari masyarakat yang merupakan mahluk sosial bukan mahluk individu juga menjadi landasan kurang sepakat jika masyarakat luar diberlakukan parkir berbayar, karena sejatinya mahasiswa adalah bagian dari masyarakat luar yang harus dibela hak nya. Mahasiswa meminta naskah akademik atau argumentasi secara tertulis dari rektorat tentang konsepan yang ditawarkannya, agar mahasiswa dapat tercerdaskan secara komprehensif dan dapat menjawab pertayaan-pertanyaan dari mahasiswa.

Jika di antara mahasiswa UPI ada yang memiliki pandangan yang baru dan berbeda, dan juga memiliki ide dan gagasan yang segar tentang perpakiran di UPI, dapat disampaikan melalui Fauzan Irvan (Menteri Dalam Negeri BEM Rema UPI) dapat di hubungi melalui Nomor WhatsApp (08881168370) atau Line (fauzanirfan).

Komersialisasi Kampus: Harga Sewa Gedung dan Lahan Terbuka UPI

Isu ini muncul karena dengan adanya aduan dari himpunan mahasiswa bahasa Inggris (ESA) kepada Kementerian Dalam Negeri tentang surat usulan dari Biro Sarana dan Prasarana (selanjutnya disingkat Sarpras) UPI tentang harga baru dari sewa Gedung Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan (Gd. Amphitiater) dan lahan terbuka UPI (surat dan harga terlampir). Mereka mengadu bahwa tanah yang di jadikan tenda bazzar di depan Gedung Achmad Sanusi (Gd. BPU) yang akan dijadikan tempat pelaksanaan rangkaian acara himpunan ESA sudah dikenakan tarif yang cukup mahal. Yang menjadi anehnya adalah tarif itu masih berbentuk usulan dan belum sebagai kebijakan, namun dari pihak Sarprasnya sudah mengaplikasikannya.

Setelah mengetahui itu, pihak Kemendagri BEM Rema UPI yang diwakili Fauzan selaku Mendagri mendatangi Biro Sarpras UPI dan juga Wakil Rektor 2 Bidang Keuangan, Sumber Daya, Administrasi dan Sarana dan Prasarana untuk memprotes dan mengklarifikasi hal ini. Dengan diskusi dan debat yang berlangsung panjang lebar, akhirnya menghasilkan beberapa hal, di antaranya:

  1. Harga sewa baru yang diusulkan oleh Sarpras kepada Wakil Rektor 2 dinyatakan belum memiliki aturan yang mengikat atau Peraturan Rektornya.
  2. Harga sewa gedung di UPI masih menggunakan aturan yang lama, yang itu tandanya tidak ada harga sewa lahan terbuka UPI untuk tenda bazzar.
  3. Bagi mahasiswa UPI yang sudah di kenakan tarif yang baru, dapat meminta kembali uang nya dan di sesuaikan dengan harga yang lama.

Akhirnya, Kemendagri tetap tidak sepakat walupun dengan harga yang lama, karena di nilai masih cukup besar. Dan Kemendagri pun meminta peraturan rektor tentang harga yang lama, namun sejauh ini belum diberikan, karena dengan alasan sedang dalam pencarian.  Hasil dari konsolidasi dengan Himpunan se-UPI, mayoritas mahasiswa tidak sepakat walaupun dengan harga yang lama, berdalih dengan sudah includenya dengan UKT, ada alokasi dalam BOPTN untuk pengembangan Sarpras dan tidak ada pungutan selain UKT. Namun kajian dari celah untuk kita protes kebijakan ini tetap dilakukan dengan kajian-kajian dari berbagai elemen mahasiswa. Karena itu kami meminta kesediaan mahasiswa UPI lainya untuk bersama memperjuangkan ini.

Uang Kuliah Tunggal (UKT) Semester 9

Kemendagri BEM Rema UPI terus menindaklanjuti isu ini, sehingga mendapat informasi dari Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaam bahwa Surat Keputusan Rektor tentang UKT Semester 9 sudah di buat, namun ketika konsultasi kepada Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, ternyata menteri tidak menyetujuinya. Sehingga Rektor UPI dengan segala pertimbangan mengikuti apa yang disarankan oleh Menteri.

Untuk mahasiswa UPI yang kasus orang tuanya meninggal, pensiun, sakit keras dan sejenisnya juga kami tanyakan dan kami meminta UPI segera membuat regulasi tertulis untuk memverifikasi UKT mahasiswa tersebut. Diakui oleh Wakil Rektor 2 dan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan bahwa tidak ada aturan tertulisnya mengenai kebijakan ini. Jika ada kasus seperti itu, mekanismenya masih penangguhan, setelah itu akan ada hasil yang sesuai dengan data dan kemampuan mahasiswa.

Isu ini tidak ada penyikapan yang masif, karena memang terbatas oleh waktu. Di kesempatan lain kita akan banyak mengambil manfaat.

Demikian yang dapat disampaikan, terima kasih.

Panjang umur perjuangan!

Hidup Mahasiswa!

 

Lampiran

Lampiran 1. Surat usulan besaran tarif sewa Gedung Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, UC, dan lahan terbuka

Lampiran 1. Surat usulan besaran tarif sewa Gedung Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, UC, dan lahan terbuka

Lampiran 2. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka)

Lampiran 2. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka)

Lampiran 3. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka) (lanjutan 1)

Lampiran 3. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka) (lanjutan 1)

Lampiran 4. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka) (lanjutan 2)

Lampiran 4. Jenis layanan dan tarif yang diusulkan unit kerja di lingkungan UPI (Gd. Achmad Sanusi, Gd. Kebudayaan, Gd. UC, dan Lahan terbuka) (lanjutan 2)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.