Oleh : Direktorat Jendral Kajian Strategis KEMENLU BEM REMA UPI 2016

“Pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain”.

* H. Jackson Brown, Jr. –

PENDAHULUAN

Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini menjadi salah satu isu nasional yang tengah hangat dibicarakan di media massa, baik online ataupun cetak. Privatisasi BUMN merupakan perubahan kepimilikan aset BUMN yang tadinya merupakan kepemilikan negara menjadi kepemilikan pribadi. Usulan tersebut mencuat dikarenakan Pemerintah menganggap bahwa Privatisasi BUMN sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Realisasi proyek BUMN hingga semester I Tahun 2015 tercatat 30 dari 86 proyek strategis BUMN dengan serapan tenaga kerja mencapai 65.928 orang yang melibatkan 25 BUMN. Adanya Privatisasi ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi; mendorong perkembangan pasar modal; Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah. Namun selain hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan diantaranya yaitu ketidak tepatan alasan mengadakan Privatisasi; alasan mengadakan Privatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Berdasarkan hal tersebut, isu ini menjadi pro kontra keberadaannya, maka tulisan ini akan menjadi sebuah telaah kritis mengenai kepentingan untuk siapa adanya Privatisasi BUMN.

KONSEP PRIVATISASI

A. Definisi Privatisasi Menurut Para Ahli

1. Privatisasi diartikan sebagai pembentukan perusahaan. Sedangkan, menurut Company Art, privatisasi diartikan sebagai penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50 % dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta. Jadi ide privatisasi merupakan konsep pengembangan industri dengan meningkatkan peranan kekuatan pasar.1

2. Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Perubahan yang paling penting adalah adannya “dis-nasionalisasi” penjualan kepemilikan

publik, deregulasi terhadap pengenalan kompetisi ke status monopoli dan kontrak melalui franchise ke perusahaan swasta terhadap produksi barang dan jasa yang dibiayai oleh negara.2

3. Privatisasi sebagai “pemasaran atau membawa perusahaan ke dalam disiplin pasar” (marketization or bringing the enterprise under the disciplines of market).3

B. Privatisasi Menurut Pasal 74 Undang-Undang BUMN

1. Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero

2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan

3. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat

4. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif

5. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global

6. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar

C. UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN di dalam pasal 78 hanya membolehkan tiga cara dalam privatisasi yakni:

1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal.

2. Penjualan saham langsung kepada investor.

3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan

D. Tujuan dan Manfaat Privatisasi

Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui privatisasi adalah memberikan kontribusi finansial kepada negara dan Badan Usaha, mempercepat penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, serta membuka akses ke pasar internasional, dan alih teknologi serta transfer best practice kepada Badan Usaha. Arah kebijakan privatisasi diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) jenbis struktur industri yaitu, untuk Badan Usaha yang industrinya kompetitif dilakukan Initial Public Offering (IPO) atau strategic sales, untuk Badan Usaha yang industrinya sudah sunset dilakukan divestasi, dan utnuk Badan Usaha yang usahanya bersifat natural resources base tetap dipertahankan sebagai Badan Usaha.4

Tujuan privatisasi dari prespektif ekonomi5

1. Kebebasan ekonomi dan kepentingan konsumen (economic freedom and consumer sovereignity); privatisasi yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat membuka kesempatan ekonomi yang lebih baik kepada pihak swasta sehingga pihak swasta dapat memberikan pelayanan publik yang terjangkau oleh pelanggan (Moore, 1986).

2. Meningkatkan efisiensi (improving efficiency); perusahaan publik secara relatif menunjukkan kinerja yang lebih burk jika dibandingkan dengan perusahaan swasta dalam posisi kompetisi serta penggunaan modal dan tenag kerja yang kurang efisien dan kurang menguntungkan (Moore, 1986).

Tujuan privatisasi dari prespektif kebijakan publik6

1. Kebijakan fiskal (fiscal management); pemerintah mengalami kesulitan dalam merencanakan anggaran belanja dan pendapatan masing-masing BUMN yang selama ini dibiayai pemerintah. Arus transaksi antar-BUMN yang dipengruhi pemerintah dipandang terlalu rumit dan menjadi tidak efisien.

2. Demokratisasi kepemilikan (creating a share-owning democracy), untuk membangun perekonomian yang demokratis, pemerintah dapat melibatkan pihak swasta untuk secara aktif turut serta dalam proses pembangunan.

3. Mengurangi dominasi kelompok pengusaha (reducing trade union power); privatisasi yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat mengurangi dominasi pasar yang selama ini dikuasai pengusaha atau beberapa lembaga yang ditunjuk pemerintah.

4. Menghapuskan sosialisme dan kolektivisme (defeating socialism adn collectrism); privatisasi yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu kebijakan publik yang ditujukan untuk mengurangi dominasi negara terhadap publik.

Manfaat Privatisasi

Dalam prespektif normatif, perusahaan dapat meningkatkan kinerja pasca-privatisasi setelah mampu menciptakan efisiensi dalam operasinya. Teori Efisiensi yang dikembangkan Liebstein (1966) terdiri atas tiga bentuk efisiensi yang dapat dilakukan manajemen terkait dengan perubahan kepemilikan, yaitu X-Efficiency-Agency Problem, Allocative Efficiency-Natural Monopoly Problem, dan Dynamic Efficiency-Shumpeterian Rent. Ketiga teori tersebut memberikan penjelasan mengenai beberapa masalah efisiensi pengelolaan BUMN.7

Dalam prespektif positif, analisis mengenai pelaksanaan privatisasi harus dikaitkan dengan pilihan publik (Public Choice Theory). Analisis ini masuk dalam wilayah kebijakan publik yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan manajemen BUMN. Dalam konteks ini, masalah publik, aktor kebijakan publik, alternatif pilihan publik dan pengambilan kebijakan publik, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan publik harus mendapat perhatian yang cukup.8

Dalam prespektif ekonomi kebijakan, manfaat pelaksanaan privatisasi selain utnuk memperbaiki perekonomian nasional (makro), juga bertujuan meningkatkan kinerja BUMN (mikro). Secara ringkas manfaat kebijakan privatisasi dapat dijelaskan sebagai berikut9 :

1. Dalam skala (makro) : membantu pemerintah memperoleh dana pembangunan, pengganti kewajiban setoran tambahan modal pemerinta, mendorong pasar modal dalam negeri

2. Dalam skala (mikro) : restrukturisasi modal (capital restructuring), keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan, peningkatan efisiensi dan produktivitas, perubahan budaya perusahaan.

KONSEP BUMN

A. Definisi BUMN

Menurut UU RI Nomor 19 Tahun 2003, Pengertian BUMN adalah badan usaha yang baik seluruh maupun sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara, di mana melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang terpisahkan.

B. Fungsi BUMN

* Sebagai penyedia barang ekonomis dan jasa yang tidak disedikan oleh swasta

* Merupakan alat pemerintah dalam menata kebijakan perekonomian

* Sebagai pengelola dari cabang-cabang produksi sumber daya alam untuk masyarakat banyak

* Sebagai penyedia layanan dalam kebutuhan masyarakat

* Sebagai penghasil barang dan jasa demi pemenuhan orang banyak

* Sebagai pelopor terhadap sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh pihak swasta,

* Pembuka lapangan kerja

* Penghasil devisa negara

* Pembantu dalam pengembangan usaha kecil koperasi,

* Pendorong dalam aktivitas masyarakat terhadap diberbagai lapangan usaha.

C. Jenis-Jenis BUMN

Dalam UU RI No. 19 Tahun 2003 Mengenai BUMN, BUMN terbagi atas dua jenis yaitu Badan Usaha Persero (perseorangan) dan Badan Usaha Perum (umum). Untuk lebih jelasnya mengenai kedua jenis BUMN ini sebagai berikut.

1. Jenis BUMN Persero

Pengertian Persero adalah suatu badan usaha yang memiliki bentuk perseroan terbatas, di mana modal sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki oleh Daerah atau Negara. Tujuan persero didirikan ialah untuk mencari keuntungan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Persero ini dipimpin oleh direksi dan pegawainya berstatus pegawai swasta. Contoh persero : PT Garuda Indonesia, PT Kimia Farma, PT Kereta Api Indonesia, PT Jamsostek dan lain sebagainya.

2. Jenis BUMN Perum

Pengertian Perum adalah suatu badan usaha yang dikuasai oleh negara sepenuhnya. Tujuan Perum ini didirikan yaitu untuk mencari keuntungan dan untuk melayani kepentingan masyarakat dengan menyediakan barang dan jasa yang berkualitas dengan harga relatif terjangkau. Perum dipimpin oleh direksi atau direktur dan pekerja perum berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan dari menteri BUMN. Contoh perum : Perum pegadaian, Perum Damri, Perum Percetakan Uang, Perum Bulog dan lain sebagainya.

KONDISI BUMN

Data dan Fakta BUMN

1. Deviden BUMN di 2015 akan dikurangi Rp 9,05 triliun (sekitar 21% dari 44 triliun) Tahun 2015 akan ada penambahan modal kepada 36 perusahaan dengan jumlah Rp 49,51 triliun

2. Suntikan modal itu terdiri dari modal tunai Rp 46,8 triliun, modal non tunai Rp 1,21 triliun, dan modal PT PAL Rp 1,5 triliun

3. Target penjualan saham baru BUMN tahun 2015 sebesar Rp 28 triliun

4. Rinciannya yakni dari saham PT Waskita Karya (PERSERO) Tbk sebesar Rp 5,3 triliun, PT ADHI KARYA (PERSERO) Tbk Rp 2,7 triliun, -PT ANEKA TAMBANG (PERSERO) Tbk Rp 10,7 triliun dan PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk Rp 9,3 triliun

Kondisi Kinerja Keuangan BUMN 2014

1. Total asset : Rp4.467 triliun

2. Pendapatan: Rp1.912 triliun

3. Laba bersih: Rp225 triliun

4. Belanja modal: Rp154 triliun

5. Kerugian: Rp7.09 triliun (dari 20 BUMN)

Data Statistik Kinerja BUMN 2014

(sumber: http://bumn.go.id/halaman/241/Kinerja.BUMN)

SEJARAH PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA

Di tahun 1967, Orde Baru (Orba) mengambil alih kekuasaan dan terjadilah perubahan mendasar. Perubahan tersebut terutama dipengaruhi oleh dua lembaga donor internasional yaitu Inter Govemental Group on Indonesian (IGGI) dan International Bank for Reconstrntuction & Development (IBRD). Pemulihan ekonomi Indonesia dinyatakan harus didukung bantuan luar negeri. Sebagai lembaga donor, IGGI (sekarang CGI-Consultative Group of Indonesian) dan IBRD mensyaratkan Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan pintu terbuka yang memberi jalan masuk bagi modal asing. Tindakan nyata yang diambil adalah penerbitan Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA). Undang-undan ini telah mendorong modal asing ke Indonesia, melalui berbagai perusahaan multinasional.

Pada tahun 1970, diundangkan UU No 6/1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah menciptakan perusahaan- perusahaan raksasa milik sekelompok keci pengusaha etnis Tionghoa. Adapula perusahaan besar milik badan-badan usaha yang terkait dengan sejumlah yayasan dan oknum militer yang diduga mewakili militr sebagai institusi. Mulai saat itu, terciptalah hubungan kepentingan antara berbagai perusahaan swasta dengan militer dan elit politik yang berkuasa dalam berbagai bentuk kerja sama, termasuk kolusi. Pada tahun 1970-an, peranan BUMN ditingkatkan sebagai inti stratedi industrialisasi ekonomi Indonesia. Dalam proses industrialisasi itu, dibangun industri besar yang padat modal dan berteknologi tinggi dengan rasio kerugian yang besar. Dalam periode 1970-an, muncul investasi Pemerintah dalam industri mesin dan alat-alat berat, seperti industri besi, baja, pengolahan logam, petrokimia, pulp dan kertas. Kebijakan itu berlangsung sampai 1990-an termasuk pembangunan industri kapal, kereta api dan pesawat terbang.

Di tahun 1990-an, kondisi BUMN lebih parah dengan laba rata-rata BUMN di tahun 1996 dan 1997, hanya 3% dari modal yang ditanamkan. Dibandingkan swasta, tingkat keuntungan tersebut hanya seperempat atau seperlima dari laba perusahaan swasta sejenis. Akibatnya adalah ketidakmampuan untuk membiayai perluasan usahanya, atau untuk membayar utang BUMN10.

Di tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter pertengahan tahun1997. Kondisi kinerja BUMN semakin parah. Dengan rekomendasi IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia, Pemerintah lebih serius meningkatkan kinerja BUMN. Pemerintah menyebut langkah perbaikan itu meliputi: Ibid.

1. Restrukturisasi

2. Penggabungan Usaha (Merger)

3. Pelaksanaan Kerja Sama Operasi (Joint Operation)

METODE PRIVATISASI

1. Penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Penawaran ini dapat dilakukan secara parsial maupun secara penuh. Di dalam transaksi ini, pemerintah menjual sebagian atau seluruh saham kepemilikannya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi dan menjadi perusahaan publik.

2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of share). Di dalam transaksi ini, pemerintah menjual seluruh ataupun sebagian saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tunggal yang telah diidentifikasikan atau kepada pembeli dalam bentuk kelompok tertentu.

3. Penjualan aktiva BUMN kepada swasta (sale of government organization state-owned enterprise assets). Pada metode ini, pada dasarnya transaksi adalah penjualan aktiva, bukan penjualan perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi.

4. Penambahan investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (new private investment in an stateowned enterprise assets). Pada metode ini, pemerintah dapat menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi dengan memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal.

5. Pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan (management/employee buy out). Metode ini dilakukan dengan memberikan hak kepada manajemen atau karyawan perusahaan untuk mengambil alih kekuasaan atau pengendalian perusahaan.

DAMPAK PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA

Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Kebijakan privatisasi dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang penting seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya kasus perselisihan bisnis.

Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi kepemilikan pada suatu kelompok atau konglomerat tertentu. Sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Untuk itu diperlukan perombakan hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dapat membantu perkembangan dan menarik investasi swasta

dengan memindahkan efek keruwetan dari kepemilikan pemerintah. Seharusnya program privatisasi ditekankan pada manfaat transformasi suatu monopoli publik menjadi milik swasta. Hal ini terbatas pada keuntungan ekonomi dan politik. Dengan pengalihan kepemilikan, salah satu alternatif yaitu dengan pelepasan saham kepada rakyat dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut melakukan kontrol dan lebih memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memilki dan lebih semangat untuk berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN yang sehat. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan yang berujung pada kenaikan keuntungan.

Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an. BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk., PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT. Bank BNI 46 (Persero) Tbk., PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditas dan pergerakan pasar modal11. Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untuk melakukan privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian, diketahui pula bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan perbaikan kinerja terutama 2-3 tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belum tercapai sepenuhnya12

KONDISI IDEAL PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA

Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan. Konsep sistem ekonomi yang demikian di Indonesia disebut sebagai konsep Demokrasi Ekonomi. Mubyarto menyebutkan bahwa dalam konsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi tidak diatur oleh negara melalui perencanaan sentral (sosialisme), akan tetapi dilaksanakan oleh, dari, dan untuk rakyat13. Demokrasi ekonomi mengutamakan terwujudnya kemakmuran masyarakat (bersama) bukan kemakmuran individu-individu. Demokrasi ekonomi mengartikan masyarakat harus ikut dalam seluruh proses produksi dan turut menikmati hasil-hasil produksi yang dijalankan di Indonesia.

Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, tersirat bahwa poin utama dari perekonomian Indonesia adalah kesejahteraan rakyat. Di sinilah peran demokrasi ekonomi, yaitu sebagai pemandu pengelolaan

BUMN agar dapat memaksimalkan kesejahteraan rakyat. BUMN harus dapat beroperasi dengan efektif dan efisien, sehingga dapat menyediakan produk-produk vital yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi rakyat. Selain itu, BUMN juga harus berupaya memperbaiki profitabilitasnya, sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pendanaan utama bagi pemerintah, terutama untuk mendanai defisit anggarannya. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan rakyat, karena BUMN tidak lain adalah pengelola sumber daya yang vital bagi hajat hidup rakyat banyak, sehingga tentu akan sangat merugikan rakyat jika BUMN jatuh bangrut atau pailit.

Praktik privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan oleh pemerintah Indonesia dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN di Indonesia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada beberapa BUMN, ada yang diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham yang cukup signfikan. Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan” nasionalisme Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang diberikan wewenang khusus untuk mengelola sumber daya vital yang meemgang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945, sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara.

Dilihat dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi BUMN kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing yang bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja bertindak dengan didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari keuntungan yang maksimal. Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke rakyat Indonesia.

Pilihan model privatisasi mana yang sesuai dengan iklim perekonomian, politik dan sosial budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor seperti14 :

1. Ukuran nilai privatisasi ;

2. Kondisi kesehatan keuangan tiga tahun terakhir ;

3. Waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi ;

4. Kondisi pasar ;

5. Status perusahaan, apakah telah go public atau belum ; dan

6. Rencana jangka panjang masing-masing BUMN.

Selama ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap kurang optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat sebaiknya direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti, kinerja BUMN yang bersangkutan dapat mengalami peningkatan.

Landasan hukum privatisasi juga hrus kuat, sehingga saat sebuah BUMN diprivatisasi, tidak ada lagi kontroversi yang sifatnya merugikan. Sedangkan dari segi politis, harus ada kesepahaman antara segenap rakyat, pemerintah dan para pengambil kebijakan publik, sehingga semuanya sepakat bahwa privatisasi akan membawa dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, sehingga kebijakan privatisasi pun didukung oleh semua pihak.

EPILOG

Pada akhirnya, dengan segala pertimbangan di atas, BEM REMA UPI 2016 tidak sepakat dengan adanya Privatisasi BUMN. Meskipun mungkin dampak perekonomian dari kebijakan ini akan menaikkan penerimaan pemerintah dari usaha negara, tetapi dampak sosial dan sistem keadilan kami rasa tidak dapat terbayarkan kembali. Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka kepentingan rakyat dan kepentingan bersamalah yang harus dikedepankan. Maka dengan ini kami menyatakan sikap MENOLAK dengan adanya Privatisasi BUMN. Dengan alasan: (1) Ukuran nilai privtisasi yang masih belum jelas; (2) Kondisi laporan keuangan BUMN selama 3 tahun terakhir mengalami kenaikkan; (3) BUMN merupakan aset negara yang harus dijaga dari pengaruh asing; dan (4) Sebaiknya pemerintah melakukan restrukturisasi dan optimalisasi BUMN saat ini dengan cara mengadakan penelitian kondisi kesehatan BUMN, memanggil pakar untuk menganalisis kondisi bisnis BUMN dan merotasi jabatan.

Kategori: KajianREMA

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.