Oleh : Ajeng Putri Hanifah (Dirjen Kajian Strategis BEM REMA UPI 2016)

“Pimpin aku, ikuti aku, atau keluar dari jalan.”

– George Patton, General –

Tiga hari terakhir tengah hangat diperbincangkan mengenai perombakan kabinet atau yang lebih kita kenal dengan istilah reshufflekabinet pemerintahan Jokowi-JK yang bernama Kabinet Kerja. Bukan hal yang aneh ketika suatu pemerintahan yang berlandasakan presidensil, dimana presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, mengalami masa pergantian kepemimpinan menteri dalam kabinetnya. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya peraturan dalam UUD 1945, Pasal 17 ayat 2 yang menyuratkan bahwa Presiden berhak untuk mnengangkat dan memberhentikan meterinya. Namun, yang menjadi catatan untuk kita ialah, apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan janji manis yang pernah dilontarkan? Mengingat masih hangat dalam ingatan bahwa pada saat sebelum dilantik, Presiden Jokowi mengatakan bahwa porsi kabinetnya akan diduduki oleh kalangan profesional yang memiliki kapasitas sesuai dengan bidangnya, bukan sokongan partai politik.

Tepat pada 20 Oktober 2014 di gedung DPR RI, Jokowi-JK dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Jokowi-JK merupakan kandidat terpilih dengan perolehan suara terbanyak dari Pemilihan Umum yang diselenggarakan oleh KPU, yaitu sebanyak 70.997.833 suara atau 53,15 persenyang dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Tepat 21 bulan 6 hari pasca dilantik, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan yaitu Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II.

Drama Politik

Seperti yang pernah dilontarkan, bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan diduduki oleh kalangan profesional. Namun hal tersebut seolah menjadi janji manis buaian belaka. Karena faktanya di lapangan, bahwa saat ini formasi menteri dalam Kabinet Kerja Jilid II diduduki bukan dari kalangan profesional saja, melainkan beberapa dari perwakilan partai politik, yaitu :

– Dilantiknya Airlangga Hartato mendapat jabatan sebagai Menteri Perindustrian, menggantikan Saleh Husin. Jelas bahwa backround Airlangga merupakan kader partai Golkar yang baru ini menyatakan keberpihakannya untuk mendukung pemerintahan Jokowi-JK kembali mengingatkan kita pada statement bahwa partai Golkar selalu haus akan kekuasaan. Padahal sebelumnya, Golkar dengan jelas menyatakan menjadi opisisi dalam pemerintahan Jokowi-JK.

– Dilantiknya Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan. Faktanya bahwa seorang Wiranto merupakan Ketua Umum dari Partai Hanura.

– Dilantiknya Enggar sebagaiMenteri Perdagangan, menggantikan Thomas Lembong yang digeser menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Enggar merupakan salah satu politisi yang berasal dari Partai Nasdem.

Fakta diatas menunjukan seolah bahwa saat ini kursi beberapa menteri diberikan sebagai hadiah atas pernyataan dukungan yang mulanya sebagai oposisi pemerintah Jokowi-JK yang baru baru menyatakan sebagai koalisi pemerintah. Sebut saja PAN dan Golkar.

Sebuah hal yang wajar jika pemerintahan saat ini mendapatkan sokongan dari partai politik, karena kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara Demokrasi. Pun kemenangan Jokowi-JK merupakan kemenangan yang didukung oleh beberapa partai politik yang menamakan aliansinya sebagai Koalisi Indonesia Hebat. Namun, yang menjadi permasalahan adalah ketidak sesuain dan ketidak konsistenan perkataan Presiden Jokowi dengan keadaan saat ini. Hal tersebut menandakan adanya tekanan politik yang kuat dibalik pemerintahan Jokowi-JK saat ini.

Menanggapi fakta tersebut, komposisi Kabinet Kerja Jilid II saat ini merupakan representasi kegalauan yang tengah dirasakan oleh Presiden Jokowi atas janji dan perkataannya sendiri. Kita tahu, bahwa seorang pemimpin haruslah amanah terhadap apapun, salah satunya janji yang diberikan. Apalagi jika pemimpin itu dipilih langsung dan dipercaya oleh masyarakatnya. Dan menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan pemimpin atas apa yang dilakukannya jika keliru dan memberikan dukungan penuh jika pemimpin memiliki prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, kita sebagai rakyatnya, entah yang memilih atau tidak saat pemilu, haruslah mengawal pemerintahan saat ini, sudah sesuaikah atau belum. Jika sudah, maka kita harus mendukung, namun jika belum maka sudah saatnya kita ingatkan dan luruskan –sesuai dengan visi dan misi–. MENOLAK LUPA!

Join the club! Get the best deals for students with Publico coupon codes. We know that being a student can be tough on your budget, but with our coupon codes, you can get the products you need without overspending. From textbooks to clothing, we’ve got you covered. Join the club and start saving today with Publico!


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.