“Peran negara yang mulai diminimalisir oleh sistem pemerintahan yang menganut ideologi neoliberalisme. Dimana peran negara yang telah diminamalisir dan saat ini lebih banyak menyerahkan wewenangnya pada sektor swasta” adalah kalimat yang dikatakan Muhammad Solihin dalam jurnalnya yang berjudul Liberalisasi sektor Pendidikan di Indonesia tahun 2004-2011. Yang mengarahkan diri saya berfikir liberalisme kini sangat mungkin dan benar-benar nyata yang didukung oleh kemungkinan dimana pihak swasta sangat mungkin membawa arah ideologi Pendidikan ini ke arah yang lebih condong pada ideologi liberalisme, gagasan yang bahkan diperkuat dengan beberapa data yang ada dibawah ini.

            Bentuk awal, bentuk yang tak begitu Nampak terlihat tapi nyata dan benar adanya melalui produk hukum melalui “tangan-tangan” Lembaga yang ada seperti : IMF, Bank Dunia, dan ADB (Asian Development Bank) hal-hal yang biasanya memanfaatkan krisis keuangan yang ada sehingga mungkin terjadi penerbitan Undang – Undang yang tidak sesuai yang terlalu menguntungkan pihak lainnya dengan memanfaatkan keadaan “kesukaran finansial” suatu negara. Sebagai contohnya : UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimana investor asing bisa memiliki 99% saham Bank di Indonesia, lalu UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dimana semua BUMN yang memenuhi siap dijual atau diprivatisasi.

            Dalam dunia Pendidikan salah-satu diantara yang terkena dampaknya adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sangat jelas pada pasal 53 berpeluang terjadinya berpindahnya kepemilikan ke swasta meski memang di anulir oleh Mahkamah Konstitusi namun pada keadaan aslinya pemerintah mengganti dengan PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

            Selanjutnya ada Pasal 34 ayat 2 UU No 20 Tahun 2003 menyatakan “Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun tanpa memungut biaya”. Namun, bunyi ayat ini dianulir oleh Pasal 46 ayat 1 yang menyatakan, “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat”. Produk hukum yang tumpang tindih yang menjadikan proses hukum yang tidak tegas dan jelas. Padahal Undang-undang sendiri merupakan acuan dasar sistem yang ada di Indonesia

            Produk lainnya adalah UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing dengan ini sektor swasta memiliki potensi juga kemungkinan untuk kepemilikan asing hingga 95% di bidang energi dan sumber daya mineral, pembangkit tenaga listrik, pekerjaan umum, pengusahaan untuk jalan tol, penguasaan air minum, bank syariah, bank devisa, dan 75 % kepemilikan yaitu usaha industri farmasi banyak lini penting dapat dikuasai. Mengenai batas kepemilikan diatur dalam PP No. 77 tentang Bidang Usaha Terbuka dan Batas Kepemilikan Asing. Pada sektor pendidikan nasional yaitu pada pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan non-formal bisa dimiliki oleh pihak swasta paling banyak 49%. Indikasi dan arah yang sangat mungkin terjadi adalah swastanisasi setelahnya, keadaan yang tak bisa diabaikan karena pada praktiknya meski asing belum memiliki sepenuhnya, selalu saja mereka sebagai pemilik bagian dalam stakeholders  memiliki kewenangan untuk menentukan pilihannya, dan untuk kejadian terburuk ketidakberpihakan pada kaum kaum yang tidak mampu dan tidak sesuai dengan prinsip yang tak menguntungkan khalayak umum.

Selanjutnya kita berbicara mengenai dampai dari produk turunan yang ada :

a. Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

sistem pendidikan tinggi yang berstatus BHMN untuk mengatur dan mencari dana sendiri dalam penyelenggaraan pendidikannya. BHMN mencari sendiri tambahan dana lewat jalur mandiri untuk mengisi kekurangan dananya dengan membebankan pada peserta didik.

b. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

Sekolah ini menciptakan sekolah yang diskriminatif dan hanya orang pintar dan finansial  bisa menikmati akses Pendidikan diatas rata-rata karena dikenakan biaya pendidikan yang tinggi.

c. World Class University

memiliki kemiripan dengan BHMN di sini perguruan tinggi bercita-cita menjadi pertumbuhan tinggi bertaraf internasional. untuk “excellence” tersebut perguruan tinggi harus meningkatkan kualitas dan fasilitas tentu dengan dana yang tidak sedikit dan mengharuskan biaya Pendidikan yang tidak kecil.

d. PP No. 77 Tahun 2007 Mengenai Penanaman Modal Asing

Pada Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) investor melihat masih ada persyaratanterlihat secara jelas untuk menjamin hak dan batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh secara eksplisit. Sebagai Tindakan untuk kepastian hukum maka dibuat Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 tentang Bidang Usaha Terbuka dan Batas Kepemilikan Asing dan Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Usaha Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan. Sebenarnya dalam PP No. 77 tahun 2007 terdapat banyak data yang memuat batas kepemilikan yang terbuka di berbagai sektor kehidupan di Indonesia. Dan Pendidikan adalah salahsatu bagian yang memiliki keterkaitan dari hal itu.

e. Vokasionalisasi atau Profesionalisasi Pendidikan Tinggi

tempat mencetak tenaga kerja terampil. Dimana lulusannya siap menjadi kaki-kaki penjalan akumulasi modal.

f. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Otonomi sekolah ini menyebabkan bebasnya sekolah menentukan arah pendidikan termasuk dalam hal pengelolaan dan pencarian dana. Sehingga pada prakteknya sekolah ini menjadi sekolah berbiaya mahal.

g. Badan Hukum Pendidikan (BHP) Jika tidak dianulir UU BHP merupakan UU yang membuat jalan untuk liberalisasi pendidikan terbuka lebar.

Kategori: Kemendagri

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.