Konstitusi amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 4 mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat dapat menikmati pelayanan pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Hal ini dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 013/PUU-VI/2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memnuhi kegiatan penyelenggaran pendidikan nasional. Alokasi anggaran tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan. Lebih spesifik lagi, angggaran pendidikan dituangkan dalam pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1, yaitu dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

Amanat dalam konstitusi di atas dapat dipahami sebagai landasan bagi pemerintah, bahwa Negara melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD. Prioritas yang dimaksud haruslah sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD. Beberapa daerah yang termasuk paling kecil dalam mengalokasikan dana APBN-nya untuk pendidikan adalah Papua sekitar 1,4%, Jawa Timur 1,7%, Sumatera Selatan 2%, Kalimantan Utara 22%, dan Papua Barat 2,3%.

Untuk Jawa Tengah, sudah banyak kabupaten/kota yang sudah menerapkan konstitusi ini. Sebagai contoh, Kabupaten Sidoarjo mengalokasikan 43,8% APBD-nya untuk pendidikan, sedangkan alokasi dana APBD untuk pendidikan di Kabupaten Pemalang adalah 47,8%. Selain itu, Kota Salatiga juga telah menerapkan konstitusi di atas, dengan mengalokasikan 34% dana APBD untuk pendidikan.

Walaupun, beberapa pemerintah daerah di Jawa Tengah sudah mengalokasikan lebih dari 20% APBD-nya untuk pendidikan, namun masih ada kebupaten di Jawa Tengah yang belum menerapkan kebijkan ini. Bahkan, ada beberapa kabupaten yang mengalokasikan dana untuk pendidikan kurang dari 10%. Misal, DIY sebagai kota pelajar sekalipun. Hal ini dapat dilihat dalam postur APBD DIY tahun 2016, dimana dari total APBD DIY sebesar Rp. 4.190,0 M hanya Rp. 351, 51 M atau dalam persentasenya hanya 9,7% dialokasikan untuk pendidikan. Walaupun memang hal tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,7% dari anggaran pendidikan di tahun 2015. Adanya pemerintah daerah yang belum mengalokasikan 20% APBD-nya untuk pendidikan ini mengindikasikan bahwa tingkat translation ability pemerintah daerah tersebut masih kurang. Hal ini menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Pada saat ini upaya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memenuhi perintah alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD semakin mudah. Kalau selama ini, gaji tenaga pendidik dikecualikan dari persentase anggaran tersebut, kini berlaku sebaliknya. Dalam putusan yang final dan mengikat, Mahkamah Konstitusi memutuskan gaji pendidik harus dihitung sebagai bagian dari anggaran pendidikan.

Ketua PB PGRI Aziz Husein merasa kecewa atas putusan Mahkamah. Masuknya gaji pendidik ke dalam anggaran pendidikan, dikhawatirkan pemerintah tak akan lagi terdesak untuk memikirkan pendidikan di Indonesia. Sebagai gambaran saat ini, anggaran pendidikan di luar gaji pendidik masih berkisar 11,8%. Kalau gaji pendidik atau guru dimasukkan berarti anggaran pendidikan sudah mencapai 18%. Pemerintah tinggal menambah 2% saja. Lalu bagaimana dengan sekolah yang rusak serta anak-anak yang putus sekolah? tanyanya. Senada dengan Aziz Husein, Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Prof. Sudiarto menilai tak adanya kemauan politik pemerintah untuk melaksanakan ketentuan UUD 1945 secara jujur. Dengan putusan ini, kualitas pendidikan Indonesia akan tetap status quo, ujarnya. Anak yang tak sekolah akan tetap tak sekolah. Dan sekolah yang rusak akan tetap rusak, tambahnya.

Majelis hakim konstitusi  berpendapat dengan dimasukan gaji pendidik ke dalam anggaran pendidikan, pemenuhan alokasi minimal 20% dari APBN akan segera terpenuhi. Tak ada lagi pelanggaran konstitusi oleh pemerintah dan DPR dalam menetapkan UU APBN.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alokasi APBN untuk pendidikan belum berjalan secara optimal dan efsisien serta masih banyak daerah yang belum mengalokasikan minimal 20% APBD-nya untuk sektor pendidikan. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk pada kualitas penddikan di Indonesia. Maka dari itu perlu adanya tuntutan untuk mewujudkan realisasi anggaran APBN dan APBD untuk sektor pendidikan yang lebih baik lagi. Adapun tuntutannya adalah sebagai berikut.

  1. Peningkatan kualitas belanja APBN dalam membiayai program-program pendidikan untuk peningkatan mutu dan kinerja pendidikan
  2. Pemanfaatan alokasi APBD untuk pendidikan dengan sebijak mungkin
  3. Memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak mengalokasikan APBD-nya sebanyak 20%
  4. Adanya proses komunikasi yang transparan dan akuntabel mengenai alokasi dana APBN dan APBD
  5. Mendesak pemerintah terutama pemerintah daerah untuk mingkatkan persentase alokasi dana APBN dan ABDP lebih dari 20%, karena 20% hanyalah minimal.

 

                                                          Bandung, 28 Mei 2017

                                                        Dirjen Kajian Pendidikan

BEM REMA UPI


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.